Selasa, 14 April 2020

pengenalan air pada anak tunagrahita

Olahraga merupakan kegiatan jasmani yang sangat digemari di berbagai kalangan masyarakat. Tidak memandang status, jender, dan usia semua orang dapat berolahraga. Undang-Undang No. 23 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial. Sebagai bentuk aktivitas jasmani, dengan berolahraga dapat meningkatkan potensi jasmani seperti melatih otot-otot tubuh, serta melatih sistem kerja paru-paru dan jantung sehingga dapat memberi manfaat dalam bentuk kebugaran jasmani dan pemeliharaan kesehatan.
Seperti yang telah dijelaskan, tidak hanya membuat kondisi tubuh yang sehat, akan tetapi dengan berolahraga dapat mendorong seseorang untuk dapat meraih prestasi. Berolahraga dapat membentuk interaksi sosial dan karakter yang baik, dengan berolahraga dapat menimbulkan jiwa sportivitas yang berarti bersedia menerima kekalahan, fair play, dan menumbuhkan jiwa semangat yang tidak pernah menyerah untuk terus berlatih dalam meningkatkan kondisi fisik. Melalui pendalaman dan penguasaan ketrampilan salah satu cabang oilahraga, tidak melepas kemungkinan tercapainya prestasi yang diinginkan dalam bidang olahraga.
Olahraga juga adalah salah satu hiburan bagi pencintanya karena didalam olahraga selain mengolah tubuh ataupun membuat tubuh sehat juga mempertontonkan aksi yang memanjakan mata dalam sebuah penampilannya yang bisa dilihat secara langsung maupun melalui media dan bahkan juga banyak orang salah mempergunakan fungsi dan tujuan olahraga tersebut diantaranya dari segi negatifnya banyak juga yang menjadikan olahraga jadi bahan perjudian, Anak yang pertama kali berlatih renang, haruslah terlebih dahulu dikenalkan dengan sifat-sifat air. Ketika anak telah mengetahui sifat-sifat air, tentulah perasaan takut akan air akan hilang dan kepercayaan diri akan tumbuh. Pengenalan air  sangat diperlukan bagi anak – anak yang usia yang baru tumbuh dan kembang karena di fase tesebut anak sangat gemar melakukan aktifitas air baik di rumah, kolam maupun di pantai,  Pengenalan air sangat perlu diterapkan pada semua orang yang ingin belajar renang secara khusus pada anak tunagrahita tentu sangat penting dilakukan pengelan air.
Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk mengkuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus, yakni disesuaikan dengan kemampuan anak itu, Kegiatan latihan penegenalan air diajarkan bisa diberikan dengan memodifikasi model latihan, dengan konteks sederhana, biasa yang hanya dilakukan dengan cara berulang-ulang yang tentunya dapat menciptakan kejenuhan anak. Dengan padanya penembangan ini Melalui pendekatan-pendekatan antara lain bermain, media dan lain sebagainya pengenalan air dapat diberikan dengan mengarahkan anak melakukan dengan baik, menciptakan suasana yang senang, sehingga dapat menimbulkan motovasi anak dalam mengikuti latihan serta dapat meningkatkan keterampilan pengenalan air yang diperlukan.
Kajian teoritik
(Haake, Dundoo, Cader, Kubak, Hartskeerl, Sejvar, & Ashford, 2002), Olahraga pengenalan air sangat dibutuhkan oleh setiap orang baik laki – laki, perempuan, orang dewasa, kecil, remaja dan bahkan orang tua masih menjadikan olahraga yang bersifat pengenalan air dengan tujuan hiburan professional, kesenangan, membuang rasa suntuk, bosan selalu didarat dan berhadapan dengan beberapa masalah, (Ravenscroft, Church, Taylor, Hughes, Young & Curry, 2008).Disetiap waktu, pengenalan air sendiri ini adalah alat untuk memberikan gagasan untuk belajar berenang, dan mengarah pada pengembangan teknik renang yang benar dengan rangakaian yang mudah dan tepat dengan cara latihan dasar di air dan bebas, aman, menyenangkan, menguntungkan, bahkan ada latihan yang membuat tantangan yang besar, Latihan teknik adalah latihan untuk mempermahir teknik-teknik gerakan yang diperlukan untuk mampu melakukan cabang olahraga yang di lakukan atlet (Baker, Cote, & Abernethy, 2003). Latihan harus sesuai keadan yang inging dicapai dengan program sederhana dan tidak membuat anak cepat jenuh dan terpikul pada saat melakukan Dalam melakukan latihan teknik bompa menyarankan ketika terapan latihan dilakukan kepada atlet maka antar atlet untuk supaya tidak menggunakan model atau contoh teknik elit atlet, karena teknik mereka mungkin secara fisiologis tidak memenuhi syarat beomekanik, maka di sini disarankan menggunakan model yang dapat diterima oleh atlet yakni model yang sesuai beomekanik dan fisiologis atlet, (De Graaf, 2014: 12 ).Anak tuna grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata, Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Di Indonesia tunagrahita disebut dengan istilah lemah pikiran, terbelakang mental, bodoh atau dungu, pander, tolol, oligofrenia, mampu didik, mampu latih, dan ketergantungan penuh.
Menurut Armatasmenyatakan bahwa
“Mental retardation (MR) is a genetic disorder mainfested in significantly below average overall intellectual functioning and deficits in adaptive behaviour. Mental retardation is a particular state of functioning that begins in childhood and is characterized by decreased intelligence and adaptive skills and also is the most common developmental disorder” (Armatas, 2009).

Pernyataaan di atas menyatakan bahwa keterbelakangan mental (MR) adalah disebabkan oleh kelainan pada genetik yang berakibat secara signifikan terhadap fungsi intelektual di bawah rata-rata sehingga berpengaruh pada perilaku adaptif anak-anak. Keterbelakangan mental terjadi dalam keadaan tertentu yang dimulai di masa kecil dan ditandai oleh penurunan kecerdasan dan keterampilan adaptif dan juga adalah gangguan perkembangan yang paling umum.Pengertian lain mengenai tunagrahita adalah
(1) fungsi intelektual yang lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku, (2) kekurangan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi pada masa perkembangan yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.


Selanjutnya menurut Santrock bahwa keterbelakangan mental adalah kondisi dengan gejala sebelum usia 18 tahun yang melibatkan kecerdasan yang rendah yaitu IQ di bawah 70 dan kesulitan dalam beradaptasi pada kehidupan sehari-hari (Halonen & Santrock, 1999). Hal ini diperkuat oleh R. Schalock, et al yang mengatakan bahwa :
“Intellectual disability is characterized by significant limitations both in intellectual functioning and in adaptive behavior as expressed in conceptual, social, and practical adaptive skills. This disability originates before age 18”.

Pernyataan di atas dikatakan bahwa cacat intelektual ditandai dengan keterbatasan yang signifikan baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif seperti yang diungkapkan dalam konseptual, sosial, dan praktis keterampilan adaptif. Cacat ini berasal sebelum usia 18.Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa, anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya berada dibawah rata-rata normal, sulit dalam penyesuaian diri dengan lingkungan, dan kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak sehingga mereka sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal. Oleh karena itu,mereka membutuhkan layanan dan bimbingan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.
American Association on Mental Deficiency/ AAMD (Moh. Amin, 2005: 22), mendefinisikan tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes dan muncul ssebelum usia 16 tahun. Endang Rochyadi dan Zainal Alimin (2005: 11) menyebutkan bahwa “tunagrahita berkaitan erat dengan masalah perkembangan kemampuan kecerdasan yang rendah dan merupakan sebuah kondisi”. Hal ini ditunjang dengan pernyataan menurut Kirk (Muhammad Effendi, 2006: 88) yaitu “Mental Retarded is not a disease but acondition”. Jadi berdasarkan pernyataan di atas dapat dipertegas bahwasannya tunagrahita merupakan suatu kondisi yang tidak bisa disembuhkan dengan obat apapun.

Hasil dan pembahasan

Dari hasil analisis sebagai penelitian  pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 20 sampai 24 juli 2018 di beberapa club renang yang berada di jambi menunjukkan hasil sebagai berikut, Kriteria 8 pelatih yang melatih renang masuk dalam kategori cukup, Kriteria 1 pelatih yang melatih di melatih renang masuk kategori kurang, Kriteria 1 pelatih yang melatih di melatih renang masuk kategori kurang sekali
Dari hasil rekapitulasi uji coba skala kecil dengan sampel berjumlah 20  dapat disimpulkan bahwa keseluruhan Model Latihan Keterampilan Pengenalan Air Pada Anak Tunagrahita  Iq 50 – 70 Di Slbn tahun masih dapat dierapkan dengan baik dan berjalan dengan lancar dan atlet merasa senang walaupun dalam intruksi dari  pelatih  saat  latihan, atlet pemula merasakan puas dengan adanya model bermain tersebut dan pelatih dapat memberikan secara gamblang dan ludang materi – materi yang baru buat atletnya, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa dapat dilakukan pada tahap uji coba skala besar., Dari hasil rekapiulasi uji coba skala besar  (n=51) di atas dapat disampaikan bahwa keseluruhan materi latihan Model Latihan Keterampilan Pengenalan Air Pada Anak Tunagrahita  Iq 50 – 70 Di Slbn dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik dan lancar, atlet pemula merasa senang, puas, dan mendapatkan sesuau yang baru saat  melakukan model yang didalamnya materi tersebut dengan intruksi pelatih jambi