Senin, 24 Desember 2012

pembinaan kebugaran


A.     Pembinaan Olahraga Secara Umum
Untuk mencapai prestasi yang tinggi di bidang olahraga diperlukan latihan teratur, meningkat dan berkesinambungan dalam waktu yang cukup lama, yaitu antara 8 sampai dengan 12 tahun. Latihan harus dimulai sejak umur dini dan mencapai puncak prestasi antara umur 18 sampai dengan 25 tahun. Dalam sistem pembinaan olahraga jangka panjang, tahap awal dimulai dengan memassalkan olahraga di seluruh kalangan masyarakat dengan semboyan yang sudah dicanangkan pemerintah yaitu; ” memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”. Di kalangan ineternasional dikenal dengan istilah ”Sport For All”. Setelah olahraga menjadi massal, akan banyak bermunculan bibit berbakat. Melalui berbagai pendekatan ilmiah, dipili bibit berbakat untuk setiap cabang olahraga, yang kemudian dipandu untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya.
Dalam proses yang panjang itu diperlukan sumber daya pendukung yang terkoordinasi dengan baik serta komitmen yang tinggi dari berbagai pihak terkait. Pembinaan ini berlangsung sejak usia dini mulai dari pemassalahan menuju ke tahap pembibitan kemudian dilakukan pemanduan bakat sampai pada puncak prestasi tertinggi sesuai dengan ciri dan karakter cabang olahraga tertentu. Untuk lebih jelasnya tahap–tahap sistem pembinaan jangka panjang tersebut seperti tabel di bawah:
Tabel 1
Sistem Pembinaan Olahraga Prestasi Jangka Panjang
Pemasalan
Pembibitan
Pemanduan Bakat
Pencapaian Puncak Prestasi
Sarana dan Prasarana
Menjaring Atlet Berbakat
Memandu Atlet Berbakat
Faktor Penentu
Keberhasilan

·   Fasiltas dan Alat
·   Sumber Daya Manusia
·   Gerakan Memasyarakatkan olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat
·   Pendidikan Jasmani









Sport Search

·   Mengukur ciri-ciri fisik
·   Mengukur Kemampuan Gerak dasar
·   Mengukur Kemampuan keterampilan Dasar

·   Analisis ciri khusus Cabang Olahraga
·   Seleksi dengan Instrumen khusus cabang olahraga
o Seleksi Antropomentri (Kesesuaian bentuk tubuh dengan cabang olahraga)
o Biomotor
o Psikologi/mental
·   Latihan Teratur Meningkat dan bersinabungan
·   Gerakan Nasional Garuda Mas
·   Indonesia Bangkit
Kualitas Latihan
·     Kemampuan Atlet (motivasi dan bakat)
·     Fasiitas dan Peralatan
·     Hasil-hasil penelitian
·     Kompetisi yang teratur dan berjenjang
·     Kemampuan dan kepribadian pelatih
Manajemen Organisasi
·   Data base :
o Pengurus
o Atlet
o Pelatih
o Wasit
o Fasilitas
Dukungan Ahli
·      Dokter Olahraga
·      Psikologi Olahraga
·      Ahli Gizi Olahraga
·      Ahli Kepelatihan OR
Kesejahteraan
·      Pelatih
·      Atlet
Sumber Dana
Sumber : Panduan Pembinaan Olahraga Prestasi KONI DIY (2005:16)
B.     Hakekat pembinaan Olaharaga
Dalam sistem pembinaan olahraga khususnya di negara – negara maju kedudukan pelajar sangat strategis, baik dari posisi yang masih memiliki peluang cukup panjang untuk di kembangkan bakat dan minatnya, juga kondisi fisik –motorik yang masih mudah untuk di bentuk. Pembinaan olahraga mengisaratkan bahwa prestasi tinggi dapat di tercapai jika para atlet  terdiri dari perorangan maupun tim melalui bibit sejak usia dini, prinsip pembinaan atlet untuk maju mencapai prestasi tinggi yang di anut oleh negara – negara maju dewasa ini adalah di cetak atau di buat. Sehingga penyelangaraan pembinaan dan pengelolaan latihan di lakukan sedini mungkin dimulai sejak atlet berusia muda atau masa kanak-kanak dan diorganisi serta di kelola memenuhi kualitas maupun sistem dan pola latihan modern dengan cara kontiyu dan b erkesinambungan merupakan persaratan serta kunci utama keberhasilan suatu pembinaan ataupun pengelolaan latihan penampilkan prestasi tinggi, pada pelaksanaan latihan pelatih dan atlet harus memperhatikan prinsip latihan antara lain prinsip beban lebih, perkembangan menyeluruh, spesialisasi, individual, varaiasi latihan dan prinsip latihan sebagai modal,
C.     Latihan keolahragaan
Latihan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas fungsional organ- organ tubuh serta psikis pelakunya, oleh sebab itu latihan yang dilakukan harus di susun dan di lakukan secara tepat dan benar sesuai tujuan yang inggin di capai latihan dengan cara yang tidak tepat akan mempengaruhi perkembangan anak baik secara fisiologis ataupun psikologis.
Harsono (1988)melihat bahwa latihan adalah suatu proses penyempunaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan di beri beban fisik, tehnik, taktik dan mental yang harus teratur, meningkat, bertahap dan berulang – ulang, dengan kata lain bahwa latihan adalah suatu proses latihan yang sistematis dan di lakukan secara berulang-ulang dan kian hari jumlah beban latihan kian bertambah. Sistematis bermaksud bahwa pelatihan yang di lakukan harus teratur, berencana, sesuai jadwal, menurut pola dan sistem tertemtu baik teknis maupun metodis dari sederhana ke kompleks, berulang –ulang artinya bahwa gerakan yang dilakukan harus di latih secara berulang –ulang agar gerakan yang di maksud kelihatan sukar dan koordinasi yang masih rendah menjadi kian mudah otomatis refleksi dan pelaksanaanya demikian pula koordinasi gerak menjadi semakin halus sehingga semakin menghemat energi. Beban kian hari kian bertambah artinya secara berkala beban latihan harus di tingkatkan begitu sebaliknya apabila di di tingkatkan prestasi akan semakin turun atau tidak meningkat.
Bompa (1990) latihan merupakan pencapaian tujuan perbaikan sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraga. Depdiknas (2000) latihan yang baik dan berhasil adalah dilakukan secara teratur, seksama, sistematis, serta berkesinambungan  atau kontiyu dan terprogram sepanjang tahun dengan pembebanan latihan (training) dan selalu meningkat dan bertahap setiap tahun.
Prosese latihan sejak awal hingga akhir tercapainya tahapan otomatisasi perlu di buat perencanaan yang tertuang dalam suatu program latihan yang jelas agar dapat mencapai tujuan secara optimalsesuai keingginannyang akan dicapai dalam mengimplementasikan program perlu diperhatikan prinsip- prinsip latihan, artinya bahwa latihan pada hakekatnya kegiatan yang bertujuan membina atau menormalkan keadaan tubuh, pembentukan gerakan, pembinaan prestasi, dan menekankan pada kekuatan, kecepatan, ketahanan, dan keterampilan pada fase-fase warming-up,latihan inti, koling-down sesuai dengan prinsip latihan untuk mencapai ambang rangsang batas denyut nadi latihan dan keterampilan cabang olahraga tertemtu yang di programkan secara optimal dan setiap perbedaan tujuan latihan yang akan dilakukan akan berbeda pula jenis latihanya.
Tujuan utama latihan olahraga prestasi untuk meningkatkan keterampilan atau prestasi semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan itu adalah :
1.       Latihan fisik
Latihan fisik adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi fisik yaitu faktor yang amat penting bagi setiap atlet tanpa kondisi fisik yang baik atlet-atlet tidak akan dapat mengikuti latihan- latihan apalagi bertanding dengan sempurna, beberapa unsur kemampuan fisik dasar yang perlu di kembangkan antara lain kekuatan, daya tahan, kelentukan, kelincahan, dan kecepatan
2.       Latihan teknik
Latihan teknik bertujuan untuk mempermahir penguasaan keterampilan gerak dalam suatu cabang olahraga seperti teknik  menendang, melempar, menangkap, mengiring bola, melompat, lari, dan sebagainya. Penguasaan keterampilan dari teknik-teknik dasar amatlah penting karena akan menentukan kemahiran dalam melakukan keseluruhan gerak dalam cabang olahraga.
3.       Latihan taktik
Latihan taktik bertujuan untuk mengembangkan dan menumbuhkembangkan daya tafsir pada atlet ketika melaksanakan kegiatan olahraga yang bersangkutan. Yang dilatih adalah pola-pola permainan, setrategi dan taktik pertahanan, penyerangan, latihan taktik akan bisa berjalan dengan baik apabila penguasaan teknik dasar seseorang atlet sudah cukup baik demikian pulasebaliknya.
4.       Latihan mental
Latihan mental sama pentingnya dengan ketiga aspek teknik,fisik, dan taktik . hal ini di sebabkan jika kapasitas fisik yang sempurna tehnik yang baik dan taktik yang efektifpun maka tidak akan seoptimal mungkin jika kondisi emosionalnya tidak stabil, sehingga aspek mental harus sepadan dengan aspek lainya jika seorang atlet inggin dapat menampilkan prestasi yang optimal latihan mental lebih condong pada kedewasaan serta emosional atlet, semangat bertanding, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi terutama bila bertanding berhubungan pada situasi setres , fair play, percaya diri dan kejujuran bersama.
5.       Prinsip latihan
Proses adaptasi manusia terhadap lingkungan tertemtu pada hakekatnya manusia memiliki sikap adaptasi yang sangat istimewa terhadap lingkunganya terlebih bagi atlet akan beradaptasi terhadap pertandinggan berupa fisik, teknik, dan psikologi baik pada saat latihan maupun pertandinggan. Adaptasi latihan dan pertandinggan merupakan penyesuaian fungsi dan struktur organisme atlet yang di akibatkan oleh pembebanan pada latihan yang di berikan adaptasi seperti itu perlu di atur ulang dosis latihanya melalui interval antara unit latihan satu dengan yang lainya, oleh karena itu adaptasi positif memerlukan latihan kontinyu dan peningkatan agar prestasi atlet tetap tinggi dan pada puncak pertandingan, apbila kondisi latihan di angap remeh artinya kurang latihan maka yang terjadi presati negatif  (Harsono 1993) mengungkapkan adaptasi kearah positif prestasi atlet akan naik setelah melakukan latihan di sebut superkompensasi beban itu secara teratur dan berulang – ulang a) beban latihan berat terletak di ambang rangsang atlet, b) metode latihan tepat dan efektif c) waktu istirahat cukup untuk beradaptasi d) gizi yang baik e) atlet dalam keadaan sehat dan bugar, adaptasi kearah negatif beart atlet dalam keadaan stagnasi ( penghentian) di sebabkan a) beban latihan selalu jauh pada batas ambang rangsang kemampuan atlet b) kesalahan melaksanakan teknik dasar c) keterbatasan kemampuan pelatih dalam melatih d) umur prestasi atlet telah lewat apabila ini terjadi maka kondisi ini dalam kepelatihan di sebut involution of performance
6.       Prinsip kontiyunitas
Dari apa yang sudah di sampaikan pada prinsip latihan maka harus di seimbangkan dengan prinsip beban latihan sepanjang tahun terus menerus secara teratur, terarah, dan kontiyu supaya prestasi tetap tinggi meningkat dan fluktuasi tidak menurun secara tajam, prinsip ini berkaitan dengan periodesasi latihan.
7.       Prinsip beban berlebih
Latihan makin lama makin meningkat tetapi naiknya beban harus dari sedikit sedikit untuk menjaga terjadinya overtraining dan prosese adaptasi atlet terhadap beban latihan akan terjamin keteraturanya dengan mengubah salah satu dari ciri –ciri beban latihan seperti intensitas, volume, recovry, frekuensi.
8.       Prinsip tekanan setres
Latihan yang harus dilakukan mengakibatkan stres fisk,mental atlet, stres fisik dapat ditimbulkan dengan jalan pemberian beban latihan yang lebih dari batas kemampuan si atlet (over load) artinya kebanyakan zat asam dari udara luar ( oksigen debt) kelelahan ini akan menimbulkan kepada anatomi dan fisiologi  sedangkan stres mental dapat ditimbulkan melalui latihan yang berat sehingga aspek kejiwaan seperti rasa, cipta dan karsa akan mendapatkan tekanan langsung dalam latihan adanya konsentrasi yang lemah dan keberanianya hilang, kejenuhan dalam latihan dll.
9.       Prinsip perorangan
Setiap atlet sebagai manusia yang terdiri dari jiwa dan raga pasti berbeda dalam segi fisik, mental dan watak dan tingkat kemampuan itu perlu di perhatikan oleh pelatih agar pemberian dosis latihan, metode latihan dapat serasi untuk mencapai mutu prestasi individu – individu atlet. Jenisnya kelamin, umur, kesehatan, proposional tubuh, tingkat keterampilan atlet, tingkat daya pikir, dan kreativitas atlet, watak – watak atlet dan pengalaman bertanding
10.   Prinsip interval
Prinsip ini sangant penting dalam latihan yang bersifat harian, minguan, bulanan, kwartalan dan tahunan yang berguna untuk memulihkan fisik dan mental atlet dalam menjalankan latihan. Kegunaan  interval menghindari cedera, memberi kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan, pemulihan tenagakembali bagi atlet dalam proses latihan. Bentuk interval aktif dan pasif istirahat dalam harian berkaitan dengan elemen latihan yang satu unit gerakanya dapat berupa istirahat pasif, istirahat dalam mingguan dari latihan satu minggu lima kali ada penurunan beban dari tinggi ke sedang ringgan intensitsnya istirahatnya penuh begitu seterusnya , istirahat dalam bulanan artinya untuk recovery dalam latihan harian tidak cukup maka perlu waktu istirahat yang bersifat mingguan intensitas latihan berkisar antara 50-75 %, interval tahunan bahwa atlet lelah jasmani dan rohani waktu latihan maupun bertanding selama setahun.
11.   Prinsip perkembangan menyeluruh(multilateral)
Sebelum atlet menghususkan dirinya dalam suatu cabang olahraga sebaiknya atlet muda itu menerapkan prinsip perkembangan menyeluruh atau prinsip multilateral melibatkan dari berbagai fisik sehingga mengalami perkembangan kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, koordinasi dan sebagainya.
12.   Prinsip kekhususan (spesialisasi)
Setelah atlet mengalami perkembangan menyeluruh maka di arahkan kecabang olahraga yang sesuai dengan karakteristik fisik secara fisologisdan anatomi serta di arahkan kepada cabang yang di gemari dan berpotensi pilihanya.
13.   Variasi latihan
Latihan yang dilkukan pada proses yang benar tentunya memakan banyak waktu, pikiran, dan tenaga atlet, oleh karena itu bukan mustahil jika latihan yang intensif dan berkesinambungan ksering menimbulkan rasa kebosanan (baredom)oleh sebab itu perlu variasi yang dapat mencegah timbulnya kejenuhan dan di tambah adanya stimulasi / modofikasi alat –alat sebagai pembantu kejenuhan dalam latihan, mengalihkan tempat latihan ketempat yang lebih membawa suasana semangat dan variasi latihan selalu berkembang.
14.   Intensitas latihan
Perubahan fisiologis dan psikologis hanyalah mungkin terjadi apbila latihan dilakukan secara intensif maksudnya adalah proses latihan haruslah kian lama semakin berat dengan cara menambah beban kerjanya, latihan yang intensif sangat berkaitan dengan penentuan kadar intensitas tolak ukurnya berkembangya daya tahan kasdiovaskuler
15.   Periodesasi latihan
Periodesasi latihan proses pembagian rencana tahunan kedalam fase latihan yang lebih kecil yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam menyusun bagian – bagian yang lebih dapat diatur serta untuk menjamin pemuncakan / peaking yang tepat dalam pertandingan penting ditahun yang bersangkutan (Bompa,1999 :194). Pembagian tersebut dapat meningkatkan pengorganisasian latihan yang tepat dan memberikan kesempatan kepada pelatih untuk mengarahkan program secara lebih sistematis.
Siklus latihan tahunan pada cabang olahraga pada umumnya secara konvseksional dibagi kedalam tiga fase latihan yakni persiapan pertandingan, peralihan dan transisi persiapan pertandingan dibagi dalam dua fase, fase persiapan pada dasarnya memiliki perbedaan mengenai sifat latihan kedua fase tersebut memiliki sub fase umum dan khusus, sedangkan fase pertandingan memiliki sub fase sebelum pertandinggan yang singkat menjelang sub fase pertandingan utamanya masing-masing siklus makro dan mikro merupakan bagian dari tiap fase dan masing-masing tiap siklus kecil memiliki tujuan khusus yang diambil rencana khusus dari tahunan







Tabel 2
Periodesasi latihan makro dan mikro
SUB FASE
PERSIAPAN UMM
PERSIAPAN KHUSUS
PRA KOMPETISI
KOMPETISI
TRANSISI
SIKLUS MAKRO


SIKLUS MIKRO



D.     Kesegaran jasmani
Kesegaran jasmani merupakan hal yang sudah populer dikalangan masyarakat saat ini. Untuk mempertegas agar pengertian lebih sesuai dengan apa yang dimaksud, ada beberapa pendapat para ahli atau pakar kesegaran jasmani.
Kesegaran jasmani adalah suatu aspek, yaitu aspek fisik dari kesegaran jasmani yang menyeluruh atau total fitness yang memberikan kesanggupan pada seseorang untuk menjalankan hidup yang produktif dan dapat menyesuaikan diri pada tiap pembebanan yang banyak.
Kesegaran jasmani menurut ahli faal dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan satu tugas khas yang memerlukan kerja muskular dimana kecepatan dan ketahanan merupakan kriteria utama. Sedang menurut ahli-ahli pendidikan jasmani menyatakan bahwa kesegaran jasmani adalah kapasitas fungsional total seseorang untuk melakukam sesuatu kerja tertentu dengan hasi baik tanpa kelelahan yang berarti (Depdikbud, 1992 : 9). Seseorang yang memilik kasegaran jasmani baik dapat diartikan yang cukup mempunyai kesanggupan untuk melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, sehingga masih memiliki sisa tenaga untuk mengisi waktu luangnya dan tugaas-tugas mendadak lainnya.
Menurut M. Sajoto (1995:8-11) kondisi fisik atau kesegaran jasmani adalah satu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja. Baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Dan juga disebutkan bahwa komponen kondisi fisik meliputi : kekuatan, daya tahan, daya otot, kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan, dan reaksi. Kekuatan atau strength, adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu kerja. Daya tahan atau endurance dalam hal ini dikenal dua macam daya tahan, yakni : Daya tahan umum atau general endurance kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru, dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus menerus yang melibatkan kontraksi sejumlah otot dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama. Dayatahan otot atau local endurance kemampuan seseorang dalam mempergunakan ototnya untuk berkontraksi secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu. Daya otot atau muscular power kemampuan seseorang untuk mempergunakan kemampuan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa daya otot = kekuatan atau force x kecepatan atau velocity. Seperti dalam lompat tinggi, tolak peluru, serta gerak lain yang bersifat eksplosif. Kecepatan atau speeds, kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya. Seperti dalam lari cepat, pukulan dalam tinju, balap sepeda, panahan, dan lain-lain. Dalam hal ini ada kecepatan gerak dan kecepatan eksplosif. Daya lentur atau flexibility, seseorang dalam penyesuaian diri untuk segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas, hal ini akan sangat mudah ditandai dengan tingkat flexibility persendian pada seluruh tubuh. Kelincahan atau agility adalah kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu. Seseorang yang mampu mengubah posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik, berarti kelincahannya cukup baik. Koordinasi atau coordination, adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-macam gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif. Keseimbangan atau balance kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ syaraf otot, di bidang olahraga banyak hal yang harus dilakukan oleh atlet dalam masalah keseimbangan ini baik dalam menghilangkan atau mempertahankan keseimbangan. Ketetapan atau accuracy, adalah seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran. Sasaran ini dapat merupakan jarak atau mungkin suatu objek langsung yang harus dikenal dengan salah satu bagian tubuh. Reaksi atau reaction, adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera, syaraf, atau feeling lainnya, seperti dalam mengantisipasi datangnya shuutel cock. Dari kesepuluh komponen kondisi fisik tersebut faktor yang dominan diperlukan seseorang pemain bulutangkis adalah kekuatan pada otot lengan, daya ledak pada otot tungkai, dan kelincahan. Menurut Gabbard ( 1987 : 50 ) bahwa istilah fitness mempunyai banyak arti dan banyak pengertian yaitu sebagai kemampuan tubuh dalam melakukan fungsi secara normal tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, dan dapat melakukan aktifitas dengan senang dalam mengisi waktu luang dan dengan tanpa mengalami stress pisik. Lebih lanjut Gabbard menjelaskan bahwa istilah fitness dapat dibagi dalam dua dikatagori yakni pertama, fitness yang berhubungan dengan skill yang meliputi : Speed, Agility, Coordination, power, balance, dan kedua ; fitness yang berhubungan dengan kesehatan atau health yang meliputi : sistem cardiovascular endurance, body composition, muscular strength, muscular endurance dan flexibility. Dari urain diatas nampak bahwa kesegaran jasmani terkait dengan ketrampila atau ketangkasan. fitness yang berhubungan dengan skill yang meliputi : Speed, Agility, Coordination, power, balance Kecepatan adalah kemampuan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu tercepat yang dimungkinkan. Ketangkasan adalah kemampuan untuk mengubah arah atau posisi badan dengan cepat dan diteruskan dengan gerakan kaki. Koordinasi adalah kemampuan untuk menggabungkan motor dan system sensor dalam sebuah pola geraskan yang efisien. Tenaga adalah perpaduan antara kekautan dan kecepatan otot yang maksimum di usahakan di lepaskan pada kecepatan maeksimum. Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tuhuh seseorang dan keseimbangan baik dalam situasi pergerakan yang stabil maupun yang tidak.
E.      Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani didefinisikan oleh beberapa organisasi sebagai suatu keadaan yang dimiliki atau dicapai seseorang dalam kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik. Istilah kesegaran jasmani juga meliputi kemampuan untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebih dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit
a.       Komponen Kesegaran Jasmani
Komponen dari kesegaran jasmani dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yang satu berkaitan
dengan kesehatan dan yang lain berkaitan dengan ketrampilan/ kemampuan atletik.
1.       Kesegaran Jasmani yang Berhubungan dengan Kesehatan (Health Related Fitness )
Kesegaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan mengacu pada beberapa aspek fungsi
fisiologis dan psikologis yang dipercaya memberikan perlindungan kepada seseorang dalam melawan beberapa tipe penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, obesitas dan kelainan muskuloskeletal.  Komponen kesegaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan termasuk kesegaran aerobik atau kardiovaskuler, komposisi tubuh, dan kesegaran muskuloskeletal (termasuk kekuatan, daya tahan dan kelenturan otot).
a.       Kekuatan Otot
Kekuatan otot dapat didefinisikan sebagai tenaga atau tegangan otot untuk melakukan kerja
yang berulang-ulang atau terus menerus melawan tahanan dalam suatu usaha yang maksimal. Kekuatan otot merupakan suatu kemampuan untuk menghasilkan tenaga, termasuk didalamnya adalah kekuatan dinamik atau isotonik (yakni kemampuan untuk menghasilkan tenaga melalui lingkup gerak) dan kekuatan isometrik (yakni kemampuan untuk menghasilkan tenaga pada suatu titik dalam lingkup gerak tanpa disertai perubahan panjang otot).
b.      Daya Tahan Otot
Daya tahan otot merupakan kemampuan otot untuk melakukan kerja yang berulang-ulang
atau terus menerus dengan beban submaksimal.
Perkembangan kekuatan otot dan daya tahan otot pada dasarnya ditentukan oleh ukuran otot dan penampang melintang otot, kekuatan otot dan sudut tarikan, dan kecepatan kontraksi otot dan produksi tenaga. Terdapat hubungan yang bermakna antara ukuran otot dan penampang lintangnya, dengan kekuatan otot pada umumnya. Ukuran dan penampang lintang yang lebih besar akan memproduksi tenaga yang lebih besar.
c.       Kelenturan
Kelenturan mengacu pada otot atau kelompok otot yang secara fungsional dapat melewati
suatu lingkup gerak sendi. Tingkat gerak kelenturan spesifik terhadap masing-masing persendian, dan secara umum dibatasi oleh struktur sendi, kapasitas dimensi gerak, dan elastisitas serta luasnya otot dan jaringan ikat. Kelenturan dapat dibagi menjadi komponen statik dan dinamik. Fleishman mendefinisikan kelenturan statik sebagai kemampuan untuk meregangkan tubuh dalam berbagai gerak yang berbeda, sedangkan kelenturan dinamik adalah kemampuan tubuh untuk menggerakkan badan dan anggota
gerak secara cepat atau terus-menerus. Meskipun kedua komponen mengacu pada lingkup gerak, namun kelenturan statik bersifat pasif, sedangkan kelenturan dinamik berorientasi pada gerakan.
d.      Kesegaran Kardiorespirasi
Kesegaran kardiorespirasi adalah kemampuan melepaskan energi metabolisme yang
ditunjukkan dengan kemampuan kerja fisiologis tubuh relatif untuk menghasilkan efisiensi dari pembuluh darah, jantung dan paru dalam periode waktu lama. Kesegaran kardiorespirasi atau daya tahan kardiovaskuler atau kesegaran aerobik juga didefinisikan sebagai kemampuan sistem respirasi dan sirkulasi untuk menyediakan oksigen guna kerja otot selama aktivitas yang ritmik dan kontinyu dengan melibatkan kelompok besar otot.
Sebagai respon langsung terhadap kebutuhan otot, curah jantung (hasil dari isi sekuncup x
denyut jantung) meningkat secara linier untuk menyediakan otot kebutuhan darah yang mengandung Oksigen (O2) dan mengeluarkan Carbondioksida (CO2) serta produk metabolisme lainnya untuk menjaga homeostasis tubuh. Ketika darah arteri melalui otot, oksigen dikeluarkan dan darah melanjut ke sistem vena menuju jantung. Bersamaan dengan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan, terdapat pula peningkatan ambilan oksigen (oxygen uptake / VO2). Perbedaan kandungan oksigen antara sistem arterial dan vena disebut A-V O2 difference. Perbedaan ini meningkat sesuai dengan peningkatan kerja.

Kesegaran aerobik ini biasanya diukur dengan suatu istilah VO2 maks, yakni angka terbesar
dimana oksigen dapat dikonsumsi selama latihan maksimal.1 VO2 maks (mililiter per menit)
merupakan hasil dari denyut jantung, isi sekuncup dan A-V O2 difference.  VO2 maks menggambarkan kemampuan otot untuk mengkonsumsi oksigen dalam metabolisme dikombinasikan dengan kemampuan sistem kardiovaskuler dan respirasi untuk menghantarkan oksigen ke mitokondria otot.
e.       Komposisi Tubuh
Komposisi tubuh pada dasarnya terdiri dari 2 komponen, yakni : lemak tubuh (fat mass) dan
massa tubuh tanpa lemak (fat-free mass). Lemak tubuh termasuk semua lipid dari jaringan lemak maupun jaringan lainnya. Massa tubuh tanpa lemak terdiri dari semua bahan-bahan kimia dan jaringan sisanya, termasuk air, otot, tulang, jaringan ikat, dan organ-organ dalam.
f.        Kesegaran Jasmani yang Berhubungan dengan Ketrampilan (Skill Related Fitness)
Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan merupakan kualitas yang dimiliki
seseorang sehingga mampu untuk berpartisipasi dalam aktivitas olahraga.12 Komponen kesegaran jasmani ini meliputi ketangkasan, kecepatan, koordinasi, tenaga, dan keseimbangan.
g.      Ketangkasan
Ketangkasan adalah kemampuan dalam mengubah gerak secara cepat dan akurat. Ketangkasan saling berhubungan dengan kecepatan, kekuatan, keseimbangan dan koordinasi.
h.      Kecepatan
Kecepatan merupakan kemampuan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain
dalam waktu sesingkat mungkin. Kecepatan ini tergantung dari program motorik susunan saraf pusat yang diaktivasi oleh tenaga (power) yang kuat. Suatu organisme dapat bereaksi cepat dengan jalan berbeda-beda, yakni dengan kecepatan gerak tunggal dan respon motor atau dengan mencapai kecepatan lokomotor yang tinggi.





i.        Koordinasi
Koordinasi merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan sistem motorik dan sensorik ke
dalam suatu pola gerak yang efisien. Pada dasarnya perlu gerak mata-tangan, mata-kaki, dan gerak ritmik yang baik. Koordinasi ini sangat penting untuk keberhasilan kebanyakan aktivitas gerakan termasuk yang dilakukan sebagai bagian dari fungsi harian.
j.        Daya / Power
Daya ledak otot merupakan kombinasi dari tenaga eksplosif; kekuatan otot maksimum yang
dilepaskan dengan kecepatan maksimum. Daya ledak otot merupakan faktor fundamental dalam melompat, melempar, menendang dan memukul.
k.       Keseimbangan
Keseimbangan merupakan kemampuan untuk menjaga satu posisi tubuh dan seimbang baik
keadaan gerak statis maupun dinamis.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani
1.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani yang Berhubungan dengan
Kesehatan
Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi kesegaran jasmani yang berhubungan
dengan kesehatan, antara lain :
a.       Umur
Terdapat bukti yang berlawanan antara umur dan kelenturan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kelenturan meningkat sampai remaja awal dan sesudah itu menurun. Dilaporkan bahwa penurunan kelenturan dimulai sekitar usia 10 tahun pada anak laki-laki dan 12 tahun pada anak perempuan dan bukti menunjukkan bahwa dewasa yang lebih tua mempunyai kelenturan kurang dibanding dewasa muda.
Penelitian di Belanda melaporkan bahwa kekuatan aerobik (VO2 maks) puncaknya pada
umur 18 dan 20 tahun pada laki-laki serta 16 dan 17 tahun pada anak perempuan, bertepatan dengan umur puncak massa otot. Pengukuran kesegaran jasmani pada sebuah penelitian 8800 orang Amerika berusia 10-18 tahun menunjukkan bahwa kesegaran kardiorespirasi cenderung tetap konstan atau meningkat antara usia 12-18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa daya tahan tiap unit massa tubuh tanpa lemak mungkin menurun atau masih belum berubah.
b.      Jenis Kelamin
Secara umum anak perempuan lebih lentur daripada anak laki-laki. Perbedaan anatomis dan
pola gerak serta aktivitas yang teratur pada kedua jenis kelamin mungkin menyebabkan perbedaan kelenturan ini. Kekuatan otot juga berbeda antar jenis kelamin. Penelitian di Oman (2001) pada anak berusia 15-16 tahun menunjukkan bahwa kesegaran aerobik lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
c.       Genetik
Terdapat bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa variasi genetik berbeda dalam hal
respon terhadap kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan. Genotip mempengaruhi komponen kesegaran jasmani yang berbeda (fenotip) dengan berbagai jalan. Pengaruh keturunan terhadap lemak tubuh 25%, kesegaran otot 20-40%, dan kesegaran kardiovaskuler 10-25%. Hal ini dibandingkan pada orang-orang yang tidak terlatih.
d.      Ras
Pola kesegaran jasmani bervariasi diantara anak-anak dengan etnis/ ras yang berbeda akibat
faktor biologis dan faktor sosiokultural. Pada sebuah penelitian di Inggris didapatkan bahwa kesegaran kardiovaskuler pada anak-anak yang berasal dari anak benua India lebih rendah daripada anak-anak Inggris lainnya.8 Penelitian di Birmingham menunjukkan bahwa anak Afro-Amerika dan Kaukasian mempunyai angka VO2 istirahat dan selama latihan submaksimal yang sama, namun VO2 maks lebih rendah ~ 15% pada anak Afro Amerika.
e.       Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot
skeletal dan menghasilkan peningkatan resting energy expenditure yang bermakna.29-31 Aktivitas fisik juga dapat didefinisikan sebagai suatu gerakan fisik yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot. Aktivitas fisik di luar sekolah termasuk aktivitas fisik di waktu luang, dimana aktivitas dilakukan pada saat yang bebas dan dipilih berdasarkan kebutuhan dan ketertarikan masing-masing individu. Hal ini termasuk latihan dan olah raga. Latihan merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, berulang dan bertujuan untuk meningkatkan atau menjaga kesegaran jasmani, sedangkan olahraga termasuk sebuah bentuk aktivitas fisik yang melibatkan kompetisi. Aktivitas fisik pada anak dan remaja dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya adalah faktor fisiologis/perkembangan (misalnya pertumbuhan, kesegaran jasmani, keterbatasan fisik), lingkungan (fasilitas, musim, keamanan) dan faktor psikologis, sosial dan demografi (pengetahuan, sikap, pengaruh orang tua, teman sebaya, status ekonomi, jenis kelamin, usia). Gambaran aktivitas fisik harus mempertimbangkan kemungkinan aspek-aspek (1) tipe dan tujuan aktivitas fisik (misal: rekreasi atau kewajiban, aerobik atau anaerobik, pekerjaan), (2) intensitas
(beratnya), (3) efisiensi, (4) durasi (waktu), (5) frekuensi (misalnya waktu per minggu), (6)
pengeluaran kalori dari aktivitas yang dilakukan. Aktivitas fisik akan mengubah komposisi tubuh yakni menurunkan lemak tubuh dan meningkatkan massa tubuh tanpa lemak. Secara khusus dengan latihan akan menurunkan lemak abdominal. Penurunan aktivitas fisik menyebabkan rendahnya tingkat kesegaran jasmani dengan
berkurangnya kekuatan, kelenturan, tenaga aerobik dan ketrampilan atletik.6 Aktivitas fisik terutama latihan dapat memperbaiki kelenturan, kekuatan otot, daya tahan otot dan kesegaran kardiorespirasi. Sebuah penelitian di Inggris menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara aktivitas fisik dan kesegaran jasmani pada anak berusia 8-10 tahun.9 Penelitian di Yunani (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik di sekolah melalui kurikulum pendidikan jasmani mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani yang berkaitan dengan kardiovaskuler dan motorik. Penelitian di Oman menyimpulkan bahwa kesegaran aerobik berkorelasi negatif dengan aktivitas fisik sedentari seperti menonton televisi, main komputer dan video games. Latihan merupakan salah satu aktivitas fisik penting yang mempengaruhi kesegaran jasmani seseorang. Beberapa penelitian mengamati perubahan VO2 maks selama program latihan jangka panjang. Paling tidak setengahnya menyatakan bahwa tidak ada perbaikan dalam VO2 maks, namun kebanyakan program latihan ini tidak terlalu bugar ataupun jangka waktunya sangat pendek. Salah satu penelitian menyimpulkan bahwa kesegaran kardiovaskuler remaja obesitas secara bermakna dipengaruhi oleh latihan fisik, khususnya latihan fisik dengan intensitas tinggi.10 Penelitian lain mendukung konsep bahwa kekuatan dan daya tahan otot dapat diperbaiki selama masa anak-anak dengan program latihan intensitas sedang dan berulang.
f.        Kadar Hemoglobin
Salah satu yang mempengaruhi kesegaran jasmani adalah kapasitas pembawa oksigen.
Oksigen dibawa oleh aliran darah ke jaringan sel-sel tubuh, termasuk sel-sel otot jantung.
Pengangkutan O2 ini dimaksudkan untuk menunjang proses metabolisme aerobik yang terjadi di dalam mitokondria dan khususnya beta oksidasi pada metabolisme lemak selain proses oksidasi pada siklus Krebs. Energi yang terjadi akan dipakai untuk kerja eksternal jantung, faktanya terlihat jantung berkontraksi dan berelaksasi. Terdapat hubungan yang erat antara laju konsumsi oksigen miokardium dengan kerja yang dihasilkan oleh jantung. Makin kuat jantung bekerja maka semakin banyak O2 yang dibutuhkan oleh sel-sel jantung. Anemia merupakan suatu kondisi yang ditandai konsentrasi hemoglobin dalam darah yang lebih rendah dari normal. Oleh karena hemoglobin memegang peranan penting dalam fungsi transport oksigen dalam darah, maka anemia dapat mengurangi pengiriman oksigen ke jaringan tubuh, sehingga mengganggu proses metabolik aerobik jaringan. Konsentrasi hemoglobin yang rendah dapat mengurangi angka maksimal pengiriman oksigen ke jaringan, sehingga akan mengurangi VO2maks dan mengganggu kapasitas kesegaran jasmani.
2.       Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani yang Berhubungan dengan Ketrampilan :
Beberapa hal yang mempengaruhi kesegaran jasmani yang berkaitan dengan ketrampilan antara lain :
a.       Umur
Keseimbangan dapat meningkat sesuai umur kronologis antara umur 11 dan 16 tahun,
namun angka pencapaian pada anak laki-laki antara 13 dan 15 tahun tercatat melambat.
b.      Jenis Kelamin
Baik anak perempuan ataupun anak laki-laki meningkat ketangkasannya sampai usia 14
tahun, namun sesudah itu anak perempuan tampak menurun sedangkan anak laki-laki lebih cepat mencapai kemampuannya. Seiring pertambahan usia, kecepatan reaksi akan meningkat dan anak lakilaki akan memiliki reaksi yang lebih cepat dibanding anak perempuan.
c.       Genetik
Ketangkasan sebagian merupakan pembawaan (herediter) meskipun dapat juga diperbaiki
melalui latihan.
d.      Latihan
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa ketangkasan,keseimbangan dan tenaga dapat
diperbaiki melalui suatu latihan. Kecepatan gerak juga dapat diperbaiki melalui latihan baik isotonik maupun isometrik .
3.       Pengukuran Tingkat Kesegaran Jasmani
Terdapat berbagai variasi tes kesegaran jasmani untuk menetapkan tingkat kesegaran jasmani seseorang. Ada beberapa tes yang sering dipergunakan, antara lain:
a.       Harvard Step Test
Harvard Step test merupakan tes kesegaran jasmani yang sederhana. Tes ini bertujuan untuk mengukur kesegaran jasmani untuk kerja otot dan kemampuannya pulih dari kerja. Caranya adalah dengan naik turun bangku terus menerus selama 5 menit dengan kecepatan 30 langkah/menit atau sampai seseorang tak mampu bertahan dalam kecepatan 30 langkah/menit. Setelah 5 menit denyut jantung diukur dalam menit ke-1, menit ke-2 dan menit ke-3 yang menunjukkan waktu pemulihan setelah latihan.
Tes ini berdasarkan tinggi bangku dan tinggi seseorang yang bervariasi, juga dipengaruhi
berat badan. Hal ini menyebabkan seseorang yang lebih berat badannya akan bekerja lebih keras daripada yang lebih kurus sehingga mempengaruhi hasil.
b.      Treadmill dan Ergometer Sepeda
Keduanya merupakan tes untuk melihat respon kardiorespirasi. Pada tes Treadmill, konsumsi oksigen tergantung pada berat badan subyek, dan juga kecepatan dan kemiringan alatnya. Pada ergometer sepeda, perubahan tingkat latihan fisik diperoleh dengan cara mengubah beban pada roda sepeda. Keduanya membutuhkan alat khusus yang sulit dilakukan di lapangan.
c.       Tes ACSPFT
Tes kesegaran jasmani ACSPFT (Asian Commitee on the Standardization of Physical Fitness
Test) merupakan tes kesegaran jasmani di lapangan yang sudah diakui secara internasional dan dibakukan di Asia. Tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran jasmani seseorang. Tes ini relatif murah dan mudah dikerjakan.
Tes ACSPFT merupakan rangkaian tes yang terdiri dari (1) Lari 50 meter untuk mengukur
kecepatan, (2) Lompat jauh tanpa awalan untuk mengukur gerak eskplosif tubuh/ daya ledak otot, (3) Bergantung angkat badan (putra) atau bergantung siku tekuk (putri) untuk mengukur kekuatan statis dan daya tahan lengan serta bahu, (4) Lari hilir mudik 4 x 10 m untuk mengukur ketangkasan, (5) Baring duduk 30 detik untuk mengukur daya tahan otot-otot perut, (6) Lentuk togok ke muka (forward flexion of trunk) mengukur kelenturan, (7)Lari jauh 800 m (putri) dan 1000 m (putra) untuk mengukur daya tahan kardiorespirasi.41
d.      Kondisi Anaerobik dan Aerobik
Perkembangan kondisi anaerobik dan aerobik selama aktivitas fisik atau latihan penting
diketahui dalam mempelajari kesegaran jasmani khususnya kesegaran kardiorespirasi. Secara metabolik, ketahanan aerobik disediakan oleh sistem oksidatif untuk tercapainya ketahanan jangka lama yang berlangsung dengan adanya oksigen, sedangkan kondisi anaerobik tersedia melalui penggunaan sistem Adenosin Triphosphat – Phosphate Creatin (ATP-PC) dan sistem asam laktat untuk aktivitas fisik yang intensif dan segera yang diperoleh tanpa kehadiran oksigen. Respon energi yang dihasilkan oleh sistem-sistem ini menghasilkan kapasitas kerja fisiologis dari tubuh untuk penampilan fisik. Kedua sistem ini bekerja saling berhubungan satu sama lain menggunakan proses metabolik oksidatif maupun glikolisis dalam tingkat yang lebih besar atau lebih sedikit tergantung kebutuhan tubuh.
Sistem Energi Anaerobik (Metabolisme Anaerobik)
Ada dua jenis reaksi yakni sistem phosphagen (ATP-PC) dan sistem asam laktat.
1.       Adenosine Triphosphate-Creatine Phosphate (ATP-PC)
Bila otot berkontraksi, energi yang segera dipakai adalah simpanan ATP yang ada dalam sel
otot. Energi untuk kerja segera dilepaskan ketika adenosine triphosphate (ATP) dipecah menjadi bentuk adenosine diphosphate (ADP) dan phosphate (Phosphate Inorganik =Pi) 2,42 ATP ADP + Pi + Energi Setelah 5 detik terjadi aktivitas otot, maka ATP akan habis dan Phosphocreatin yang juga merupakan cadangan phosphat energi tinggi akan dipecah, sehingga terjadi : PC4 Creatin + Pi + Energi Energi ini dipakai untuk resintesis ATP, sehingga :
Energi + Pi + ADP ATP Cadangan ATP dan PC yang secara bersama disebut phosphagen, di dalam otot jumlahnya hanya sedikit. Sistem phosphagen juga dikenal sebagai sistem energi phosphat atau sistem alactic, yang dapat berlangsung selama 5-10 detik. Bila aktivitas otot terus berlangsung maka harus ada pemecahan cadangan yang lain yaitu glikogen atau
2.       Sistem Asam Laktat
Sistem ini dikenal juga sebagai glikolisis anaerobik. Glikolisis adalah pemecahan karbohidrat,
dalam hal ini glikogen menjadi asam piruvat dan asam laktat. Asam laktat akan ditimbun dalam darah dan otot, dan akan menyebabkan kelelahan dari otot.
Glikogen 3 asam piruvat + 3 asam laktat + 3 energi (glikolisis) Jadi, dari sistem ini hanya menghasilkan 3 mol ATP untuk setiap mol-glukosa, sehingga akhirnya
cadangan glikogen segera cepat dapat berkurang. Energi yang dihasilkan dapat berlangsung 2-3 menit, dan selanjutnya akan mengalami kelelahan.
3.       Sistem Energi Aerobik (Metabolisme Aerobik)
Dengan hadirnya oksigen, pemecahan sempurna dari glikogen terjadi yaitu dari 180 g
glikogen menjadi carbondioksida (CO2) dan air (H2O) yang menghasilkan 39 mol ATP. Reaksi ini berlangsung pada bagian subseluler otot yaitu dalam mitokondria sehingga mitokondria disebut sebagai rumah daya (power house) karena merupakan tempat produksi energi ATP secara aerobik. Bila intensitas kegiatan naik, maka karbohidrat dipakai, sedangkan bila durasi (lama waktu) kegiatan bertambah, maka lemak dipakai, dan bila karbohidrat dan lemak habis, protein akan dipakai. Ada tiga tahapan reaksi kimia yang selalu terjadi pada sistem aerobik yaitu glikolisis aerobik, siklus Krebs, dan sistem transport elektron.
4.       Glikolisis Aerobik
Glikogen → asam piruvat + energi 3 energi + 3 ADP + 3 Pi → 3 ATP (42)
a.       Siklus Krebs
Dua siklus yang terjadi pada siklus Krebs yaitu : siklus TCA ( tricarbocylic acid/ asam trikarboksilat) , dan siklus asam sitrat seperti gambar dibawah ini :
.


Siklus Krebs.
Pada siklus Krebs terjadi CO2 dan oksidasi (yaitu dibuangnya elektron). CO2 mengadakan difusi ke dalam darah dan dibawa ke paru. Sedang elektron yang dibuat berasal dari penglepasan atom Hidrogen. (H) → H+ (ion) + elektron (e-) Asam piruvat mengandung (C), (H), dan (O); bila H dilepas maka hanya ada (C) dan (O) yang merupakan komponen CO2, sehingga dalam siklus Krebs, asam piruvat dioksidasi dan menghasilkan CO2.
5.       Sistem Transport Elektron
Pemecahan selanjutnya dari glikogen diperoleh hasil akhir H2O yaitu H ion dan elektron yang berasal dari siklus Krebs, sedang oksigen berasal dari pernafasan. Reaksi ini disebut reaksi transport elektron atau sebagai “rantai pernafasan”
H- + 4e- + O2 → 2H2O Bila elektron telah dibawa lewat rantai pernafasan, energi dilepaskan dan ATP disintesis dengan reaksi kopel (perangkaian). Untuk setiap pasang elektron (2e-) yang dibawa lewat rantai pernafasan, energi yang dapat dilepas untuk resintesis yaitu rata-rata 3 mol ATP. Metabolisme aerobik di atas dapat diringkas sebagai berikut : reaksi kopel yang terjadi pada pemecahan aerobik untuk 180 gr glikogen : (C6H12O6) + 6O2 → 6O2 + 6 H2O + Energi Energi + 39 ADP + 39 Pi → 39 ATP Dari 39 mol ATP yang terjadi, 3 mol berasal dari glikolisis aerobik dan 36 mol berasal dari sistem transport elektron. Bila durasi kegiatan meningkat, lemak dipakai. Pemecahan aerobik untuk lemak, asam palmitat (C16H32O2) sebagai berikut :

C16H32O2 + 23O2 → 6O2 + 6 H2O + Energi

Energi + 130 ADP + 130 Pi → 130 ATP

Dari dua reaksi di atas terlihat bahwa sistem aerobik dapat dipakai untuk pemecahan glikogen dan lemak yang dapat digunakan untuk resintesis ATP secara besar tanpa terbentuknya hasil samping yang dapat menyebabkan kelelahan otot, seperti pada sistem laktat. Produksi panas badan yang dihasilkan pada waktu pemecahan glikogen atau lemak, separuhnya dipakai untuk resintesis ATP sehingga menjadi energi ATP. Sebagian lagi dilepas sebagai panas yang disimpan dalam badan, dan lainnya hilang keluar. Bila intensitas kegiatan terus naik dan sistem kardiovaskuler tidak mampu memasok oksigen, maka sistem anaerobik akan menggantinya.
6.       Respon Otot dalam Kondisi Aerobik dan Anaerobik
Pada dasarnya terdapat 2 tipe serat otot yakni slow twitch dan fast twitch. (tabel 1). Slow
twitch fibers berkecepatan kontraksi lambat, resistensi terhadap kelelahan tinggi dan memiliki kapasitas aerobik tinggi. Fast twitch fibers berkontraksi cepat, resistensi terhadap kelelahan rendah dan tinggi dalam kemampuan anaerobik. Twitch menggambarkan respon kontraksi terhadap stimulus. Slow twitch fibers bersifat oksidatif dan digunakan untuk ketahanan, sedangkan Fast twitch fibers bersifat glikolitik dan digunakan untuk aktivitas fisik kuat dan singkat.2 Secara genetik tipe serat otot ditentukan dan diklasifikasikan sesuai dengan proses fisiologis dan histokimiawinya. Tipe I ukurannya kecil, menghasilkan sedikit tenaga, mengandung mitokondria dan enzim-enzim lebih banyak untuk mengubah lemak dan karbohidrat menjadi karbondioksida dan air, dan mengangkut lebih banyak oksigen daripada Fast twitch fibers. Tipe IIA dan tipe IIIB
ditemukan antara oksidatif cepat sampai glikolitik cepat dan memberikan distribusi penggunaan energi aerobik yang terbatas dan anaerobik secara keseluruhan.






Tabel 2. Tipe Serat Otot Skeletal

Tipe serat

Kecepatan kontraksi serat
Oksidatif atau glikolitik
Onset kelelahan
I
Iia

IIIb
Lambat
Cepat

Sedang

Oksidatif
Oksidatif
Glikolitik
Glikolitik

Lambat
Sedang
Cepat
Cepat

7.       Proses aerob dan olahraga aerobik
Di dalam dunia olahraga dikenal terminologi olahraga aerobik dan nonaerobik, yang
sebenarnya mempunyai arti agak berbeda. Ada bentuk-bentuk olahraga yang berbeda, yakni :
1.       Olahraga aerobik
Dikatakan olahraga aerobik apabila bentuk-bentuk serta jumlah aktivitas di dalam olahraga ini memberikan kesempatan otot untuk melaksanakan proses-proses aerob secara lebih menonjol (jadi melalui siklus Krebs).
2.       Olahraga nonaerobik
Dikatakan olahraga nonaerobik apabila proses di otot lebih menonjol, golongan ini umumnya pada olahraga dengan intensitas kerja otot yang berat. Meskipun penelitian tentang proses aerob ini sudah dirintis oleh Lavoiser sejak 200 tahun yang lalu, tetapi sampai saat ini masalah aerob dan olahraga aerobik ini masih membingungkan banyak
orang. Cooper pada tahun 1977 membuat program-program latihan berbagai jenis olahraga aerobik menurut besarnya intensitas kerja fisik dan kita dianjurkan mengikuti program tersebut dengan menaikkan secara berangsur intensitas latihan (beban kerja fisik) tersebut. Dengan demikian kapasitas aerobik tubuh kita dapat ditingkatkan. Anjuran Cooper ini dapat membingungkan, karena besar beban
yang sudah ditetapkan beban tetap itu berbeda secara proporsional terhadap kemampuan kerja maksimal masing-masing individu. Contohnya ialah pada program latihan lari kategori I (golongan kesegaran fisik yang kurang), latihan minggu I adalah jalan/lari jarak 1 mil dalam waktu 13’30’’. Beban ini mungkin bagi satu orang tertentu hanya mencapai 60% dari kemampuan kerja maksimal orang tersebut, jadi masih termasuk dalam kategori olahraga aerobik. Tetapi bagi orang lainnya, beban ini sudah di atas 70% dari kemampuan kerja maksimal, dengan demikian sudah bukan olahraga aerobik (meskipun kedua orang tersebut mempunyai umur, jenis kelamin serta berat badan yang sama, tetapi kemampuan kardiovaskuler berbeda). Setiap individu mempunyai kemampuan aerobik yang berbeda.
8.       Obesitas
Obesitas secara sederhana didefinisikan sebagai suatu keadaan dari akumulasi lemak tubuh
yang berlebihan.45-47 Anak dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) antara persentil 85-95 sesuai umur dan jenis kelamin disebut overweight, sedangkan anak dengan IMT > 95 disebut obesitas.48,49



9.       Etiologi
Menurut hukum termodinamik, obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan
energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik dan efek termogenesis makanan.
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas
primer atau nutrisional) sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan sindrom atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.
Obesitas idiopatik (obesitas primer atau nutrisional) terjadi akibat interaksi multifaktorial.
Secara garis besar faktor-faktor yang berperan tersebut dikelompokkan menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik telah diketahui mempunyai peranan kuat yakni parental fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Bila kedua orangtuanya obesitas, sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas kejadiannya menjadi 40%, dan bila kedua orang tua tidak obesitas maka prevalensi turun menjadi 14%. Peningkatan risiko menjadi obesitas tersebut kemungkinan disebabkan karena pengaruh gen atau faktor lingkungan dalam keluarga. Kral (2001) mengelompokkan faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas menjadi 5 yakni nutrisional (perilaku makan), aktivitas fisik, trauma (neurologis atau psikologis), medikasi (steroid), dan sosial ekonomi. Penelitian Faizah pada anak-anak usia 6-7 tahun di Semarang menunjukkan bahwa beberapa faktor risiko terjadinya obesitas
pada anak adalah jenis kelamin laki-laki, warga keturunan Tionghoa, frekuensi makan lebih dari 3 kali perhari dan rumah tempat tinggal yang bertingkat.
10.   Teknik Pengukuran
Pengukuran lemak tubuh, massa dan distribusinya memerlukan berbagai teknik dan belum
ada pengukuran yang seratus persen memuaskan. Seringkali dibutuhkan kombinasi pengukuran untuk menentukan risiko suatu penyakit. Perhitungan secara langsung menggunakan densitometri, cairan tubuh total, kalium tubuh total, dan uptake of lipid-soluble inert gases. Secara tidak langsung cadangan lemak dapat dinilai dengan mengukur ketebalan lipatan kulit dan Indeks Massa Tubuh. Selain itu untuk melihat distribusi lemak dapat digunakan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar pinggul.
11.   Indeks Massa Tubuh (IMT)
The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health
(NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in
Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter(kg/m2)). Interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. Berbeda dengan orang dewasa, IMT pada anak berubah sesuai umur dan sesuai dengan peningkatan panjang dan berat badan. Baru-baru ini The Centers for Disease Control (CDC) mempublikasikan kurva IMT. IMT dapat diplotkan sesuai jenis kelamin pada kurva pertumbuhan CDC untuk anak berusia 2-20 tahun.45,51 (lampiran 1). IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko mendapat komplikasi medis. IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar.47,50
Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual.21
Salah satu keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis.
Klasifikasi IMT terhadap umur adalah sebagai berikut : < persentil ke-5 adalah berat badan
kurang, persentil ke-85 adalah overweight, dan persentil ke-95 adalah obesitas.
12.   Obesitas dan Kesegaran Jasmani
Berbagai penelitian menunjukkan efek positif dan negatif dari lemak pada kesegaran jasmani. Otot atau jaringan bebas lemak secara umum memiliki efek yang menguntungkan karena hal ini berkaitan dengan produksi dan konduksi tenaga (force), sedangkan lemak yang berlebihan dilaporkan akan meningkatkan nilai metabolik latihan. Peningkatan sejumlah massa tubuh tanpa lemak dikaitkan dengan tingkat konsumsi oksigen maksimal. Namun lemak tubuh yang terlalu sedikit juga bisa mengakibatkan turunnya efektivitas kesegaran jasmani. Beberapa penelitian tentang kesegaran jasmani berkaitan dengan komposisi tubuh telah dilakukan. Penelitian pada laki-laki dewasa di Jepang menunjukkan bahwa kesegaran jasmani pada laki-laki obesitas lebih rendah dibandingkan subyek normal atau borderline. 15 Penelitian diantara kelompok etnik berumur 9 tahun di Inggris menunjukkan bahwa anak obesitas dan anak yang pendek
memiliki kesegaran jasmani yang lebih buruk dibandingkan anak-anak lainnya Dari penelitian di Birmingham pada anak kulit putih dan kulit hitam berumur 6-11 tahun diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat korelasi negatif antara kesegaran kardiorespirasi dan peningkatan jaringan lemak. Hal ini hampir serupa dengan penelitian di Jakarta yang mengukur tingkat kesegaran jasmani secara umum yakni didapatkan bahwa makin tinggi persen lemak tubuh makin rendah tingkat kesegaran
jasmaninya. Sebaliknya penelitian pada anak muda Flemish ternyata didapatkan bahwa subyek dengan obesitas menunjukkan kekuatan pegangan tangan yang lebih besar dibandingkan non obesitas, meskipun komponen kesegaran jasmani yang lain memiliki skor yang lebih rendah.
13.   Komorbiditas Obesitas
Obesitas berkaitan dengan banyak permasalahan kesehatan., termasuk hipertensi, penyakit
jantung, diabetes, stroke, sleep apnea, kematian muda dan penurunan kualitas hidup.53
Salah satu hal yang berkaitan erat dengan obesitas adalah hiperlipidemia dan aterosklerosis.
Peningkatan kolesterol total merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya atherosklerosis. Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa negara dengan angka penyakit jantung koroner yang lebih tinggi memiliki angka rata-rata kolesterol total yang lebih tinggi. Kadar kolesterol pada kelompok umur anak penting karena akan memprediksi kadar kolesterol dewasa. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara kadar kolesterol pada anak muda dan risiko terjadinya penyakit jantung pada 30-40 tahun kemudian. Didapatkan pula bahwa lesi precursor fatty streak telah ada pada anak dengan penyakit jantung koroner berusia 15 tahun yang meninggal karena penyebab bukan jantung. Baik prevalensi atau meluasnya fatty streak dan tingkat progresivitas peningkatan lesi vascular (aterosklerosis dini) pada anak muda, berhubungan langsung dengan
peningkatan non high density lipoprotein (HDL) kolesterol, yakni low density lipoprotein ditambah very low density lipoprotein (VLDL) dan penurunan HDL kolesterol yang diukur pada saat meninggal.
Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko kardiovaskular yang
berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit ateroskerosis. Pada orang dewasa sindroma metabolik meliputi hipertensi, peningkatan kadar glukosa puasa, obesitas sentral, kadar HDL rendah dan kadar trigliserida yang tinggi. Sindroma ini belum digolongkan dengan baik pada anak, meskipun kemungkinan anak dengan kumpulan gejala seperti ini akan mempunyai risiko lebih tinggi terhadap penyakit aterosklerosis pada saat dewasa. IMT diatas persentil 95 sesuai umur anak kemungkinan akan menjadi faktor risiko untuk sindroma metabolik di masa yang akan datang






Daftar pustaka
Depdikdub. 1987. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Semarang: Kanwil
Gabberd. Carl,et al, 1987. Phyysical Education For Children, Newsletter
M. Sajoto. 1995. Peningkatan Dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik     Dalam Olahraga. Semarang : Dahanar Prize.

Koni Daerah Istimewa Yokyakarta,2005,Panduan Pembinaan Olahraga Prestasi Koni DIY. Yokyakarta : KONI DIY